Kamis, 09 Juli 2015

ARSITEKTUR VERNAKULER


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman budaya, hal ini pun berpengaruh pada Bentuk dan ragam hunian atau rumah tinggal pada tiap daerah yang berbeda yang karakteristiknya pun menyesuaikan kebutuhan pemiliknya serta lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Karena itulah banyak sekali ragam Rumah tinggal Adat Tradisional Daerah yang dimiliki oleh Indonesia.

Akan tetapi dewasa ini kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia semakin berkurang jumlahnya dan terancam kepunahannya, termasuk rumah Adat Tradisional Daerah. Modernisasi dan Globalisasi yang pesat berkembang saat ini, kurangnya perhatian masyarakat dan Pemerintah akan pelestarian Rumah Adat Tradisional, mendorong makin mudahnya bangunan adat tradisional tersingkirkan oleh bangunan-bangunan masa kini.

Salah satu contohnya yang terjadi adalah pada Rumah Adat Tradisional Kudus yang saat ini keberadaannya di Kudus sangat sulit ditemukan dan terancam kepunahannya.

Untuk itu dalam laporan mengenai studi tentang rumah adat tradisional di Indonesia ini kami memutuskan untuk membahas dan mempelajari Rumah Adat Tradisional Kudus melalui pengamatan dan survei secara langsung, yang juga kami harapkan laporan ini dapat menjadi sebuah hasil laporan yang juga dapat ikut melastarikan keilmuan mengenai rumah adat tradisional di Indonesia.



1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari pengamatan dari Rumah Adat Tradisional Kudus ini adalah sebagai berikut

· Mengamati dan mempelajari secara langsung mengenai karakteristik Rumah Adat Tradisional Kudus

· Mempelajari filosofi dan kearifan lokal yang terkandung pada Rumah adat Tradisional Kudus

· Mengenali Ragam hias dan bentuk, konstruksi serta ciri khas yang dimiliki Rumah Adat Tradisional Kudus

Tujuan dari perencanaan dan perancangan Rumah Tinggal tersebutadalah sebagai berikut :

· Pelaku Survei dan Pengamatan memahami betul mengenai Rumh Adat Tradisional Kudus, Baik dari segi konstruksi maupun ragam hiasnya



1.3 Sasaran



Karya tulis ini ditujukan untuk mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Arsitektur Vernakuler serta masyarakat umum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah tradisional memiliki pengertian sebagai suatu bangunan yang mempunyaistruktur, cara pembuatan, bentuk, fungsi, dan ragam hiasnya memilki ciri khas tersendiri, yang diwariskan secara turun - temurun, serta dapat dipakai oleh penduduk daerah setempat untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya (Said, 2004: 47). Kata ”tradisi”mengandung arti suatu kebiasan yang dilakukan dengan cara yang sama oleh beberapa generasi tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan-perubahan1. Dengan kata lain, tradisi berarti suatu kebiasaan yang sudah menjadi adat dan membudaya. Dengan demikian, istilah ”rumah tradisional” dapat diartikan sebuah rumah yang dibangun dan digunakan dengan cara yang sama sejak beberapa generasi. Istilah lain untuk membedakan rumah tradisonal dengan rumah biasa, adalahrumah adat atau rumah asli atau rumah rakyat (Said, 2004: 48).

Bagi masyarakat tradisional, rumah dibangun/didirikan, dihuni, dan dipergunakan, bukan sekedar untuk mewadahi kegiatan fisik belaka, yang hanya mempertimbangkan segi kegunaan praktis, seperti untuk tidur, bekerja, dan membina keluarga. Bagi mereka rumah merupakan ungkapan alam khayal dalam wujud nyata yang mewakili alam semesta, sertaadanya bayangan dan mitos terhadap sesuatu (dewa-dewa) yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang mengatur alam ini sudah meliputi alam pikirannya. Oleh karena itu, membangun sebuah rumah berarti menciptakan sebuah ”alam kecil” di alam semesta, sehingga dianggap memulai hidup baru (Said, 2004: 49)


BAB III

HASIL PENGAMATAN



3.1 Letak Geografis Kota Kudus

Kabupaten Kudus (bahasa Jawa: Hanacaraka ; LatinKudus) adalah sebuah kabupaten di ProvinsiJawa Tengah. Ibukota kabupaten ini adalah Kota Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini bertempat 51 km dari timur Kota Semarang.

Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, KabupatenGrobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus dikenal sebagai kota penghasil rokokkretekterbesar di Jawa Tengah. Selain itu Kudus juga dikenal sebagai kota santri. Kota ini adalah pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari beradanya tiga makamwali/sunan, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Di sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria), dengan puncak Gunung Saptorenggo (1.602 m dpl), Gunung Rahtawu(1.522 m dpl), dan Gunung Argojembangan (1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak. Kudus dibelah olehSungai Gelis di bagian tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat dan Kudus Timur.

Kabupaten Kudus terdiri atas 9 kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Kudus. Kudus adalah kabupaten dengan wilayah terkecil dan jumlah kecamatan paling sedikit di Jawa Tengah,sehingga seharusnya menjadi Kota bukan Kabupaten. Kabupaten Kudus terbagi menjadi 3 wilayah pembantu bupati (kawedanan), yaitu: (1) Kawedanan Kota (Kec. Kota Kudus, Jati dan Undaan). (2) Kawedanan Cendono (Kec. Bae, Dawe, Gebog dan Kaliwungu). (3) Kawedanan Tenggeles (Kec. Mejobo dan Jekulo).Rencana kedepan,akan ada kecamatan baru yaitu Kecamatan Kota Kudus Barat,Kota Kudus Timur dan Kecamatan Muria yang merupakan pemecahan dari Kecamatan Dawe. Sedangkan untuk Kecamatan Jekulo, akan dipersiapkan sebagai Ibukota Kabupaten Kudus, untuk Kota Kudus tetap beribukota di Kota Kudus.

Perkembangan perekonomian di kudus tidak lepas dari pengaruh perindustrian. Beberapa perusahaan industri besar yang ada di Kudus adalah PT. Djarum (Industri Rokok), Petra, PR. Sukun (Industri Rokok), PT.Nojorono, PT. Hartono Istana Teknologi (d/h Polytron - Industri Elektronik), PT. Pura Barutama (Industri Kertas & Percetakan). Selain itu Kudus juga memiliki ribuan perusahaan industri kecil dan menengah.



3.2 Sejarah

Kudus merupakan sebuah kota di propinsi Jawa Tengah, Indonesia, yang terletak diantara daerah-daerah Jepara, Demak, Pati dan Purwodadi serta dijalur perjalanan dari Semarang ibukota Jawa Tengah menuju ke arah Surabaya. Menurut cerita, nama Kudus berasal dari kata Al-Quds, yang berarti kesucian. Riwayat kota Kudus tidak bisa terlepas dari nama Sunan Kudus sebagai pendirinya yang merupakan salah satu dari Wali Sanga penyebar agama Islam di tanah Jawa pada waktu itu. Sebagai peninggalannya, Kudus memiliki sebuah artefak yang terkenal yaitu Menara Kudus yang berbentuk seperti candi serta Masjid Menara Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus pada sekitar tahun 1685 M. Kecuali terkenal sebagai kota wali, karena di wilayah Kudus juga dikenal adanya Sunan Muria, Kudus juga terkenal sebagai kota kretek karena banyaknya pengusaha rokok kretek di daerah tersebut serta bisa juga disebut sebagai kota industri disebabkan oleh berkembang pesatnya industri di daerah tersebut seperti industri rokok, kertas, cetak-mencetak, kerajinan, bordir, makanan, dan lain-lain.



Kali Gelis yang mengalir di tengah-tengah kota Kudus membagi wilayah Kudus menjadi dua bagian sehingga terdapat dua penyebutan nama untuk dua bagian wilayah tersebut yakni Kudus Kulon (barat) dan Kudus Wetan (timur). Pada zaman dahulu menurut cerita, wilayah Kudus Kulon, didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani, dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendekiawan, guru-guru, bangsawan, dan kaum ningrat. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, secara fisik ternyata wilayah Kudus Kulon yang mayoritas penduduknya merupakan para pengusaha dan pedagang tampak lebih maju jika dibandingkan dengan Kudus Wetan.

Dengan peningkatan dalam segi finansial, mereka membangun rumah-rumah adat yang penuh dengan ukir-ukiran yang membedakannya dengan rumah-rumah adat sebelumnya. Itulah sebabnya bangunan rumah adat yang indah-indah yang belakangan disebut sebagai Rumah Adat Kudus hanya terdapat di wilayah Kudus Kulon. Pada awalnya rumah-rumah adat tersebut hanya dimiliki oleh pedagang Cina Islam, tetapi kemudian ditiru dan dikembangkan oleh pedagang-pedagang pribumi yang berhasil. Rumah adat Kudus yang sebagian besar dibangun sebelum tahun 1810 M, pernah mengalami masa kejayaannya dan menjadi simbul kemewahan bagi pemiliknya pada waktu itu. Lingkungan wilayah Kudus Kulon terbentuk dengan ciri keberadaan rumah adat tradisional Kudus tersebut.



Pada kenyataannya, sejarah perkembangan Kudus banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing seperti Hindu, Cina, Persia (Islam) dan Eropa yang masuk ke kawasan Kudus dalam waktu yang cukup panjang. Kebudayaan-kebudayaan asing tersebut juga mempengaruhi bidang arsitektur pembuatan rumah adat di daerah Kudus. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa motif mewarnai ukiran rumah adat Kudus. Diantaranya motif Cina yang diwujudkan dalam bentuk ular naga, motif Persia atau Islam yang berupa bunga melati maupun motif khas Kudus yang berupa bunga teratai dan motif kolonial dalam bentuk sulur-suluran, mahkota, bejana, dan binatang. Semua motif yang ada itu erat kaitannya dengan pengaruh budaya yang masuk ke Kudus.

Seni ukir Kudus banyak didominasi oleh bunga teratai untuk memaknai agama Hindu. Sunan Kudus memperkenalkan seni ukir yang didominasi oleh bunga melati yang satu sama lain saling berhubungan. Makna melati adalah untuk menggambarkan bahwa agama Islam yang kala itu masih sedikit pengikutnya adalah seperti melati yaitu kendati kecil, mampu memberikan keharuman disekitarnya. Melati dibuat saling berhubungan yang dimaksud adalah agar semua orang disekitarnya dapat hidup rukun walaupun berbeda agama.



Dalam perkembangan pembuatan Rumah Adat Kudus, pengaruh unsur-unsur kebudayaan sangat kental memaknai bentuk dan fungsi dari masing-masing bagiannya



3.3 Karakteristik Rumah Adat Kudus

Rumah adat kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang terbentuk sebagai akibat endapan evolusi kebudayaan manusia yang memiliki proses akulturasi secara terus-menerus dan terbentuk karena daya cipta manusia pendukungnya. Hasilnya adalah sebuah arsitektur rumah tinggal yang sangat indah sarat dengan makna dan filosofi-filosofi kultural yang tidak terdapat di daerah lain. Konon katanya rumah adat kudus memang merupakan akulturasi dari kebudayaan hindu-budha dan islam ditambah dengan ukiran-ukiran khas kudus.

Arsitektur rumah tradisional Kudus merupakan salah satu fariasi rumah tradisional Jawa yang pernah berkembang pesat pada masa kejayaan perekonomian masyarakat kudus lama. Saat ini kondisi rumah adat ini sangat memprihatinkan.Kabar terakhir rumah adat yang masih lengkap tinggal satu buah di Kudus (Kompas 30 Desember 2006). Ratusan rumah adat yang lain telah dijual ke berbagai kota dan negara karena bagi waris

A. Bentuk Bangunan

Kami melakukan survei pada bangunan Adat Tradisional Kudus di sekeliling museum kretek, meskipun tataletak penuh bagiannya tidak lengkap dari luar namun karakteristik dan citi bangunan Rumah Adat Trdaisional dapat kami pelajari disana. Bentuk Rumah Adat Kudus adalah “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa serta anggun.Hal ini melambangkan bentuk fisik penghuninya yang tampan, gagah serta perkasa. Sedangkan penghuni rumah tersebut dilambangkan sebagai Sang Sukma, yang menyatu mengisi, merawat, memelihara serta menjaga rumahnya sendiri dengan sebaik-baiknya.Rumah Joglo pencu yang tampak menjulang tinggi menggapai langit, melambangkan tingginya kuasa Yang Maha Agung atas manusia. Oleh karena itu penghuninya harus selalu ingat serta taqwa terhadap Allah SWT demi keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

a) Bagian Atas/Atap.

Atap rumah adat dibuat dari genteng. Sedangkan diatas genteng bertengger gendeng, yang pada umumnya kepala gendeng bermotif tumbuh-tumbuhan (salur-saluran) sebagai ciri budaya Islam.

Ada beberapa jenis gendeng yaitu :

a. Gendeng Wedok (gelung cekak)

b. Gendeng Gajah (gendeng pendamping dibubungan atap)

c. Gendeng Raja (gendeng tengah pada bubungan atap)

Pada puncak atap bertengger gendeng raja dengan motif tumbuh-tumbuhan yang melambangkan bahwa manusia hidup wajjib berlindung dan memohon perlindungan kepada penguasa (di dunia) dan Allah SWT (di dunia dan akhirat).



b) Landasan Fisik

Fisik bangunan Rumah Adat Kudus berdiri di atas landasan/alas yang terdiri dari 5 (lima) trap diatas permukaan tanah, yaitu :

1. Bancik kapisan (trap terbawah).

2. Bancik kapindho (trap kedua dari bawah).

3. Bancik ketelu (trap ketiga dari bawah).

4. Jogan Jogosatru (trap lantai ruang depan).

5. Jogan Lebet (trap lantai ruang dalam).

Kelima landasan berdirinya lantai rumah, mengarahkan kepada penghuninya agar taat melaksanakan 5 (lima) rukun Islam, demi kebahagiaan di dunia dan akhirat.



B. Struktur Konstruksi Bangunan

. Rumah adat Kudus dibuat dari kayu dengan konstruksi knock down sehingga memungkinkan dibongkar pasang dan dipindah ke tempat lain tanpa merusak fisik bangunannya. Peninggalan budaya yang sangat berharga ini mungkin tidak lama lagi akan hilang tanpa bekas kalau tidak ada perhatian serta apresiasi terhadapnya. Salah satu cara mengapresiasi adalah dengan mengenal lebih dalam arsitektur rumah adat kudus. Salah satu bagian yang unik adari rumah tradisional Kudus adalah konstruksi bangunannya.

KONSEP BANGUNAN TRADISIONAL JAWA Rumah merupakan manifestasi dari kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos serta pandangan hidup masyarakat Jawa.Pembagian ruangan pada bangunan Jawa didasarkan atas klasifikasi simbolik yang diantaranya berdasarkan dua dua kategori yang berlawanan atau saling melengkapi yang oleh Tjahjono (1990) disebut sebagai dualitas (duality).Selain itu ada pemusatan (centralitas) dalam tata ruang bangunan.Rumah Jawa yang ideal paling tidak terdiri dari dua atau tiga unit bangunan, yakni pendopo (ruang untuk pertemuan), pringgitan (ruang untuk pertunjukan) dan dalem (ruang inti keluarga).Dalem dibedakan menjadi bagian luar yang disebut dengan emperan serta bagian dalam yang tertutup dinding. Bagian dalam terdiri dari dua bagian (depan dan belakang) atau tiga bagian (depan, tengah dan belakang). Bagian belakang terdiri atas sentong kiwo, sentong tengen serta sentong tengah.Orientasi bangunan adalah arah selatan. Bangunan Tradisional Jawa menurut Dakung (1987) dibedakan menjadi lima klasifikasi menurut bentuk atapnya, yaitu: atap Panggang Pe, atap Kampung, atap Limasan,.Atap Joglo dan atap Tajug.Dari klasifikasi tersebut terdapat hirarki kesempurnaan atau keutamaan dilihat dari kompleksitas strukturnya, teknik pengerjaannya, jumlah material bangunan, biaya serta tenaga yang digunakan.Menurut Tjahjono perbedaan bentuk pada rumah Jawa menunjukkan status social, sedangkan persamaan dalam susunan ruang menandakan adanya pandangan hidup yang diwujudkan melalui aturan-aturan dalam kehidupan rumah tangga.

KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL KUDUS Rumah tradisional kudus bukan merupakan bangunan tunggal tetapi kesatuan dari beberapa bangunan yang berfungsi untuk tempat tinggal serta tempat melakukan aktifitas sehari-hari di rumah, termasuk berdagang atau tempat produksi dari industri rumah tangga. Pola tata bangunan terdiri dari bangunan utama atau dalem, jogosatru di depan serta pawon di samping. Halaman terletak ditengah tapak, diseberang halaman terdapat kamar mandi, serta sisir.Regol terletak di samping halaman.Halaman merupakan unsur yang penting dan selalu ada, halaman mengikat ruang-ruang di sekitarnya menjadi satu kesatuan rumah.Memisahkan bangunan utama yang prifat dengan sumur dan sisir yang merupakan daerah serfis.Menjadi perantara daerah luar dan daerah dalam. Bentuk bangunan tradisional kudus terdiri dari bagian kepala, badan dan kaki. Bagian kepala bangunan pada masing-masing unit bangunan berbeda . Dalem beratap joglo tinggi atau biasa disebut dengan pencu, jogosatru beratap panggang pe (sosoran), Pawon beratap kampung dengan sosoran dobagian depan atau disebut dengan atap kampung gajah ngombe. Sosoran ini menggabungkan dalem, pawon dan jogosatru.Kamar mandi beratap kampung atau panggang pe sedangkan sisir beratap kampung.Regol beratap kampung atau limasan.Beberapa fariasi bentuk atap dijumpai pada bangunan.Dalem pada umumnya beratap pencu, namun juga ada yang beratap limasan, kampung atau kampung dorogepak.Dijumpai pula atap pawon yang menyatu dengan dalem membentuk atap yang memanjang berbentuk limasan atau kampung.Bagian badan bangunan ditandai dengan adanya 3 pintu pada jogosatru serta satu pintu pada pawon.Pintu utama jogosatru terletak di tengah, berupa pintu inep berdaun dua. Dua buah pintu yang lain mengapit pintu utama, berlapis dua. Pintu dalam berupa gebyog yang bisa digeser, pintu luar berupa pintu sorong kerawangan setengah dinding.Pintu pawon rangkap dua sebagaimana pintu pengapit pada jogosatru. Jendela jarang terdapat pada bagian depan. Kalau ada berupa sepasang jendela kecil berjeruji pada dinding gebyog.Kaki bangunan berupa pondasi atau bebatur yang berudak-undak.Peil lantai bangunan terletak cukup tinggi dari tanah, makin ke dalam makin tinggi.Pada emper terdapat anak tangga untuk mencapai lantai jogosatru. Struktur rumah tradisional kudus merupakan struktur rangka kayu. Dibuat sedemikian rupa sehingga setiap bagiannya dapat dibongkar pasang.

Secara umum struktur bangunan dapat dibagi menjadi 3 bagian yakni rangka atap (empyak), kolom (cagak) dan pondasi (bebatur).Batur atau pondasi mertupakan pondasi menerus dari bahan batu kali, pondasi ini membentuk peil lantai yang tinggi dan berundak-undak mulai dari jogosatru sampai ke dalem.Pondasi digunakan sebagai alas perletakan balok kerangka rumah yang merupakan balok kayu dengan dimensi besar (20X30 yang diletakkan tidur).Pondasi umpak (pondasi setempat) dari batu bata dipakai pada sko guru, bentuk umpak tinggi di atas lantai, kadang-kadang ada yang sampai setinggi 2 meter.Lantai pada jogosatru menggunakan ubin atau batu bata sehingga pondasi lebih dahulu diurug tanah.Pada bagian dalem digunakan lantai papan kayu (gladagan) dengan kerangka balok-balok kayu.Ruang dibawah geladag dibiarkan kosong, atau kadang-kadang dimanfaatkan untuk penyimpanan rahasia. Lantai pada dalem ini mengingatkan akan konstruksi rumah panggung yang merupakan konstruksi rumah tradisional yang umum di kawasan Asia Tenggara. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mengatasi kondisi alam serta binatang.Daerah Kudus yang dahulunya merupakan daerah rawa-rawa kemungkinan merupakan sebab rumah-rumah di daerah ini berlantai panggung untuk mengatasi kelembaban lantai serta banjir. Pada rumah tradisional kudus konstruksi ini tetap dipertahankan tetapi dengan menambah pondasi menerus pada keliling bangunan. Dinding dapat dibedakan menjadi dua, yakni dinding pengisi yang menutup dan membatasi ruang dan rangka dinding yang menyangga beban dari atap.Penyangga atap yang utama pada konstruksi rumah beratap joglo adalah soko guru, yakni empat tiang utama yang menyangga brunjung.Keempat soko guru pada bagian atas dirangkai oleh dua batang balok.Balok sebelah bawah (sunduk kili) dipasang berdiri, berfungsi untuk menstabilkan konstruksi.Balok sebelah atas disebut tutup kepuh, dipasang tidur dan menyangga susunan balok tumpang.Diantara sunduk kili dan tutup kepuh terdapat ganjal yang disebut santen berbentuk kelopak bunga.Di atas tutup kepuh terdapat susunan balok yang disebut tumpang.Jumlah balok tumpang selalu ganjil antara tiga sampai 17 tingkat.Umumnya berjumlah 9 tingkat.Jumlah susunan ini mencerminkan tingkat kualitas rumah.Semakin tinggi maka rumah dibuat dengan kualitas pembangunan semakin mewah.Pada ruang jogosatru terdapat tiang tunggal yang disebut soko geder.Soko ini berfungsi membantu mendukung blandar utama di atas jogosatru, keberadaan tiang ini lebih mempunyai arti simbolis daripada fungsi strukturalnya.Tanpa adanya tiang ini blandar utama sudah didukung oleh konsol dari dua kolom yang mengapit pintu utama dalem. Mengapa balok besar ini bisa terletak agak ditengah ruang?.Hal ini terjadi karena perluasan ruang Jogosatru.Ruang yang sebenarnya adalah emperan rumah diperluas dan ditutup dengan dinding gebyog menjadi ruang tamu.Untuk mendapatkan ruang yang lebih luas dinding dalem diundurkan dari garis yang seharusnya.Yakni garis dimana terdapat balok dinding dan tempat jatuhnya jurai.Hal ini dapat dilihat pada jatuhnya dudur yang tidak pada dinding dalem tetapi maju lebih kurang 1meter.Dudur disangga oleh belandar utama yang melintang sepanjang lebar bangunan, mulai dari gogosatru sampai ke pawon.Kemiringan atap pada bagian ini mengantarai kemiringan atap jogosatru yang rendah dengan atap dalem yang lebih tinggi.Kemiringan atap berjenjang empat ini membentuk atap pencu khas kudus.Yakni atap joglo dengan empat tahapan kemiringan.Gebyog atau dinding pengisi dari kayu merupakan konstruksi yang tidak memikul beban.Ada dua macam dinding kayu pada rumah tradisional kudus.Yang pertama adalah dinding kayu yang disusun dari elemen panil-panil kayu.Elemen ini terdiri dari bilah kayu panjang (3X12) yang merupakan rangka pembentuk gebyog serta elemen pengisi dari papan kayu (2X30).Dua elemen ini dirangkai dengan sambungan pen dan alur.Susunan panil-panil ini membentuk pola yang khas pada fasade rumah kudus.Gebyog ini terdapat pada keempat sisi ruang jogosatru. Dinding pengisi yang kedua merupakan lembaran tipis (seperti multipleks, tebal + 0,8 cm), namun berbeda dengan multipleks yang tersusun dari lembaran kayu tipis yang direkatkan dengan lem, dinding tipis ini merupakan potongan kayu yang utuh. Papan tipis ini dipasangkan secara melengkung dengan dijepit dibagian atas dan bawah dengan dan dipegang disisi kanan kirinya dengan kolom kecil.Pemasangan panil lengkung macam ini dimaksudkan agar konstruksi tetap mempunyai kekuatan dan kekakuan karena bentuknya, walaupun terbuat dari lembaran tipis. Atap joglo pencu pada rumah tradisional kudus mempunyai bentuk yang agak berbeda dengan joglo biasa. Pada atap joglo pencu terdapat 3 sampai 4 tingkat kemiringan yang makin ke atas makin tinggi sehingga tampak menjulang. Tingkatan kemiringan ini dibentuk oleh posisi dudur dan bladar.Atap paling bawah dibentuk oleh dudur dan blandar diatas gebyog jogosatru.Kemiringan atap kedua dibentuk oleh dudur yang menghubungkan belandar dijogosatru dengan belandar diatas gebyog dalem.Kemiringan ketiga dibentuk oleh dudur yang menghubungkan belandar dalem dengan balok tumpang sari, dan yang terakhir dibentuk oleh dudur di atas tumpangsari yang disebut brunjung.

Konstruksi bukaan dinding pada jogosatru sangat unik. Terdapat 3 macam pintu sebagaimana dikemukakan di depan. Pintu utama berupa pintu ayun ganda atau biasa disebut dengan pintu kupu tarung, diletakkan di tengah.Pintu ini berupa pintu kayu massif dengan engsel samping dan dilengkapi dengan selarak di sisi dalam.Pintu ini merupakan pintu utama rumah, namun pintu ini hanya dibuka pada saat-saat tertentu ketika ada acara-acara resmi.Kembaran pintu tengah adalah pada pintu dalem, namun biasanya mendapat sentuhan ornamentasi yang lebih rumit, terutama pada bingkai atau kosennya.Pintu ke dua dan ketiga merupakan pintu pengapit dari pintu utama.Di sisi dalam berupa dinding gebyog yang dapat digeser-geser.Railing kayu dan penggantung terdapat di sebelah atas pintu.Gebyog ini massif tanpa pelobangan. Bentuknya persis sama dengan modul dinding gebyog di sebelahnya. Gerendel pintu ada di sisi samping gebyog.Pada sisi luar gebyog geser ini terdapat pintu geser.Tinggi pintu setengah dinding (140cm) dan berupa pintu kerawangan. Rangka pintu berupa kayu papan 3x20 di sisi atas dan bawah, kayu 3x10 di samping yang sekalian menjadi penggantung. Di bagian tengah berupa trails kayu tegak dengan bilah kayu 2x2 yang dipasang berdiri diagonal. Pintu pengapit ini lebih sering digunakan sehari-hari.Pada kondisi terbuka ketika sedang menerima tamu atau ada kegiatan di jogosatru kedua pintu di geser.Ketika tidak ada kegiatan tetapi yang empunya rumah ada di dalam, pintu sorong yang ditutup sementara gebyog dibiarkan terbuka.

Rumah tradisional Kudus pada dasarnya adalah Rumah Jawa dari Tipe Joglo. Tata ruang rumah Kudus sama dengan tata ruang rumah jawa, terutama pada rumah induk (dalem), demikian juga dengan konstruksi dan materialnya. Fariasinya lebih terletak pada kekayaan ornamentasi, kehalusan konstruksi pada elemen bangunannya.Serta penyesuaian ruang dari aktifitas sehari-hari yang khas pada penduduk Kudus. Kemampuan ekonomi masyarakat Kudus saat itu memberi kesempatan untuk mengeksplorasi konstruksi lebih lanjut namun tetap pada tatanan tradisi yang baku. Kehidupan sosial yang agak jauh dari pengaruh veodal di pedalaman Jawa yang seolah digantikan dengan pengaruh agama Islam menjadikan masyarakat Kudus mempuyai ciri budaya yang khas.Budaya ini tercermin pada bentuk rumah tinggalnya. Jogosatru sebagai salah satu contoh sebenarnya tidak lain merupakan emperan pada rumah jawa yang mengalami perkembangan bentuk karena kegiatan di dalamnya. Ruang yang tadinya terbuka dan sempit memanjang didepan dalem kemudian menjadi lebih tertutup dengan adanya dinding dengan bukaannya, serta lebih lebar dengan menggeser dinding dalem di sisi dalam.Jogo satru kemudian berkembang menjadi ruang tamu.Pada Jogosatru inilah sebagian besar aktifitas sosial berlangsung. Adaptasi budaya Jawa yang tercermin pada bentukan arsitekturnya ini mungkin banyak terjadi pula di daerah-daerah lain di Jawa, sayang sekali kalau harus hilang tanpa sempat mempertahankan atau paling tidak mempelajarinya.



C. Tata Ruang

Tata ruang rumah adat Kudus tampak sederhana, dan terdiri beberapa ruangan, yaitu :

1. Jogo satru, yaitu ruangan depan yang sekarang difungsikan sebagai ruang tamu. (Fungsi sebenarnya untuk mencegah dan menangkal satru/musuh yang datang sewaktu-waktu).

Di dalam ruangan Jogo satru terdapat satu tiang yang disebut Soko Geder. Hal ini melambangkan Allah itu tunggal dan mengingatkan kepada penghuninya agar selalu iman dan taqwa kepada Allah SWT.

2. Ruang dalam (inti) berfungsi sebagai kamar-kamar dan gedongan(kamar utama) yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka, kekayaan dan sebagai kamar tidur kepala keluarga.

Di ruang dalam ini terdapat kerangka bangunan yang disangga/ditumpu kokoh oleh 4 buah sokoguru yang melambangkan “Napsu Patang Prakoro” atau 4 jenis nafsu manusia yaitu amarah, luamah, sufiah dan mutmainnah.Hal ini mengandung pengertian bahwa penghuninya harus mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu tersebut.

Diatas keempat soko guru tersebut terdapat Pangeret Tumpang Songo (kamuncak berlapis sembilan) yang semakin keatas semakin mengecil. Selain itu ada yang berpangeret tumpang pitu (tujuh) tumpang lima dan tumpang telu (tiga) tergantung dengan kemampuan dan kekuatan sosial ekonomi pemiliknya.



Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam jumlah pangeret tersebut adalah :

a. Pangeret Tumpang Songo, melambangkan bahwa di tanah Jawa ada Walisongo perlu dijadikan suri tauladan.

b. Pangeret Tumpang Pitu, melambangkan bahwa kelahiran manusia di dunia itu tidak sendirian, tetapi bersama kadang pitu yaitu : Mar, Marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih, puser dan pancer sukma.

Hal ini diharapkan pemilik rumah mampu menyatukan diri dengan semua kadang pitu guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

c. Pangeret Tumpang Lima, melambangkan 5 kali solat dalam sehari semalam yang merupakan bagian dari 5 rukun islam.

d. Pangeret Tumpang Telu, berarti setiap manusia wajib memahami bahwa dirinya adalah titah sawantah yang mengalami 3 kehidupan, yaitu :

1. Kehidupan di alam arwah/insane hamil.

2. Kehidupan di alam dunia fana.

3. Kehidupan di alam akhirat.

Oleh karena itu diharapkan penghuni rumah dapat membekali dirinya agar kehidupannya di alam akhirat nanti mendapatkan kebahagiaan disisi Allah SWT.



3. Pawon (ruang keluarga), digunakan untuk aktifitas keluarga. Misalnya : ruang makan, ruang bermain anak-anak, dan dapur.



D. Karakteristik Ukiran

Seni ukir di Kudus mulai ketika seorang imigran dari Cina yaitu The Ling Sing tiba pada abad 15. Beliau datang ke Kudus tidak hanya menyebarkan ajaran Islam tetapi juga menekuni keahliannya dalam kesenian mengukir. Aliran kesenian ukir The Ling Sing adalah Sun Ging yang terkenal karena halus dan indahnya.

Dari daerah Kudus inilah beliau banyak menerima murid yang mempelajari agama maupun seni ukir. Beliau wafat dan dimakamkan di Kudus.

Perbedaan ukiran di Kudus dan Jepara.Seni ukir di Kudus berkembang pada pembuatan rumah. Ukirannya halus dan indah, bunganya kecil-kecil dan bisa 2 atau 3 dimensi. Seni ukir di Jepara berkembang pada peralatan rumah tangga, misalnya almari,tempat tidur, kursi dan lain-lain. Bentuk ukirannya besar-besar.



Motif-motif ukiran Kudus.



Rumah Adat Kudus (Rumah Ukir) terdiri dari beberapa motif ukiran yang dipengaruhi dari budaya Cina, Hindu, Islam dan Eropa. Motif dan gaya seni ukir tersebut adalah :

1. Motif Cina, berupa ukiran naga yang terletak pada bangku kecil untuk masuk ruang dalam.

2. Motif Hindu, digambarkan dalam bentuk padupan yang terdapat di gebyok (pembatas antara ruang Jogo Satru dan ruang dalam).

3. Motif Persia/Islam, digambarkan dalam bentuk bunga, terdapat pada ruang Jogo Satru.

4. Motif Eropa, digambarkan dalam bentuk mahkota yang terdapat diatas pintu masuk ke gedongan.



3.4 Aspek Lingkungan dan Alam Sekitar

Konsep dasar perancangan berpegang penyelarasan dengan alam lingkungan seperti:

a. Bentuk atap selaras dengan bentuk gunung tempat bersemanyamnya para dewa dan leluhur.

b. Kerangka bangunan tersebut dari bahan bahan alam,seperti kayu,bambu,alang alang,batu dan tanah .Digunakan secara jujur,yaitu diungkap dalam karakter,sifat bahan,warna,tekstur sesuai aslinya.

c. Ruang ruang dibuat terbuka,karena mengandung makna keterbukaan yang berarti terbuka bagi siapun yang datang dan juga sebagai usaha menyatu dengan alam.

Usaha menyatu dengan alam juga diterapkan melalui tata hias ruang,berbentuk ukir ukiran dengan tema flora dan fauna yang didistilasi melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Adapun keistimewaan rumah kudus terletak pada makna ruang dan kehidupan social,yang tidak bisa lepas dari suasana kehidupan budaya serta adat lingkungan.Beberapa aspek dari pengertian lingkungan buatan meliputi factor factor distansi, gejala gejala alam, social-ekonomi, dan psikologi juga tidak lepas dari fungsi serta bentuk yang sesuai habitat.Habitat adalah tempat tinggal yang memberi kehidupan bagi penghuni yang bersangkutan.Konsepsi tentang alam lingkungan adalah kehendak untuk menyatu dengan sesama dan menyatu dengan lingkungan alam disekelilingnya.

Dengan kata lain bisa diungkapkan sebagai ‘relasi’dan ‘ásosiasi’ yang keduanya beritegrasi dalam satu kesatuan yang berorientasikan pada “Hasta Brata” yaitu kesenangan jasmani, persuasi,kepuasan rokhani, keteguhan pendidikan, kehormatan, ketrampilan dan semangat. Orientasi tersebut merupakan pandanagn hidup orang jawa yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Oleh karena itu makna rumah mempunyai 2 konotasi,yaitu sebagai okupasi dan akomodasi. Okupasi menyangkut segi segi yang kuantitatif dan akomodasi mengacu pada segi segi.

3.5 Filosofi Perancangan

Filsafat hidup manusia dalam rumah adat Kudus mencerminkan betapa dalamnya ilmu, budi luhur nenek moyang kita yang diwariskan dalam bentuk perlambang/sandi dalam bangunan yang dihuninya.

Masyarakat kudus memiliki anggapan bahwa rumah adalah badan atau organ tubuh yang hidup dan memiliki jiwa sedang kegiatan yang dilakukan didalam rumah ditujuk selaras dengan ajaran ajaran islam.

Contohnya adalah dalam melaksanakan pembangunan rumah; tata cara atau syarat penempatan bangunan didalam pekarangan serta penyusunan atau pengorganisasian ruang berpangkal pada konsep agama dan kepercayaan masa lalu dengan memperhatikan arah angina,arah laut dan perhitungan nasib angar menentukan bentuk rumah beserta ruang ruang yang terjadi.Sistem ekonomi dan social.Berbagai peristiwa dalam perjalanan hidup manusia atau suatu masyarakat ternyata dapat mempengaruhi penciptaan suatu karya arsitektur,seperti halnya yang terjadi pada rumah rumah dikudus.

Kedatangan bangsa Cina,portugis,Arab,Inggris yang silih berganti,banyak memberi pengaruh pada kebudayaan asli dan mebentuk kebudayaan baru.Akan halnya dengan yang terjadi pada rumah tradisional dikudus,tersirat pengaruh budaya lama yaitu: Hindu & budha yang kemudian berganti bentuk,tetapi fungsinya disesuaikan dengan kondisi jaman.

Rumah tradisional di kudus dimasa lalu merupakan hasil karya arsitektur tanpa arsitek,meskipun demikain mampu mencipatakan wadah untuk menampung perilaku kehidupan penghuni dan tercirikan secara turun temuerun.Melalui media ruang berhasil memberi kepuasan fisik dan spiritual bagi penghuni.Perlu kiranya diketahui bahwa bentuk arsitektur sangat beragam jenis dan coraknya di Indonesia tetapi kesamaannya juga banyak karena sama sama hidup di daerah tropis.Rumah tradisional dikudus memiliki kesamaan bentuk luar dengan rumah rumah tradisional lainnya: terutama dari daerah Yogyakarta,Solo,Bagelen dan Banyumas.Latar belakang,norma norma,adat istiadat,agama,dan pedoman pelaksanaannya mendasarkan pada perhitungan hari,tanggal,tahun kelahiran dan kosmologinya,sama seperti yang dilakukan oleh daerah daerah lain di jawa.Bentuk atap,konstruksi dan fungsi bangunan lebih mengutamakan segi segi kesederhanaan dan kemudian dalam membongkar pasang (knock down).Pembangunannya dikerjakan bersama beramai ramai dalam jiwa kegotong royongan oleh seluruh anggota masyarakat sebagai ciri tradisional.

Proses pembangunan dimulai sesuai petunjuk penjaga desa,disertai selamatan,qurban dan doa doa oleh seluruh kerabat yang akan terlibat. Sesepuh memberi petunjuk tentang gejala gejala alam yang terkait seperti api, angin, tanah, air, udara dan kedudukan naga. Siklus tersebut dimaksud untuk menjaga keseimbangan hidup rumah tangga kelak. Keseimbangan mengandung pengertian fisik alamiah sebagai hubungan antara calon penghuni, kekuasaan alam, manusia dan kehidupan masyarakat. Untuk mencapai keseimbangan tersebut calon pemilik harus melakukan “tirakat” Yaitu laku pembersihan diri.

Sebagai kelengkapan pembakuan gaya arsitektur tradisional rumah adat Kudus ini, perlu sedikit adanya ungkapan nilai - nilai filsafat yang terkandung di dalamnya, yaitu :

1. Pakawin

Yang dimaksud dengan pakawin yaitu tempat untuk membersihkan diri baik fisik maupun rohani. Pakawin tersebut berupa sumur, kamar mandi dan padasan (tempat wudlu). Biasanya Pakawin terletak di depan rumah sebelah kiri sejajar dengan pawon.Ini diharapkan agar tiaporang yang datang dari bepergian supaya membersihkan kaki dan tangan terlebih dahulu di kamar mandi tersebut sebelum memasuki rumah.

Di sekeliling Pakawinan biasanya ditanami berbagai tumbuh-tumbuhan sebagai perlambang kepada manusa, antara lain :

a. Pohon belimbing : Melambangkan 5 rukun Islam seperti jumlah linger buah belimbing

b. Pohon puring : Jadilah manusia agar tidak menjadi gampang sudah menghadapi kesulitan.

c. Pohon andhong : Manusia supaya pandai-pandai tanggap situasi guna memperoleh kebahagiaan.

d. Pohon pandan wangi : Melambangkan rezeqi yang harum seharum pandan yang banyak manfaatnya.

e. Pohon kembang melati : Melambangkan keharuman serta kesucian abadi, artinya diharapkan para penghuni rumah menjadi manusia yang berakhlaq baik dan berbudi luhur.



2. Menghadap ke arah Selatan

Pada umunya Rumah Adat Kudus selalu menghadap kea rah selatan, karena :

a. Sinar matahari pagi lebih baik bisa masuk ke dalam rumah, sehingga kesehatan penghuninya dapat lebih terjamin.

b. Bila musim kemarau tritisan depan rumah tidak langsung kena sinar matahari sehingga tetap lindung (adhem).

c. Supaya penghuninys berumur panjang dan murah rezeqi.

d. Nenek moyang kita tetap berpegang kepada filsafat yang mengharuskan berumah tinggal yang harus membelakangi gunung,dikelilingi persawan / perkebunan dan menghadap samudra.



3. Upacara adat dan tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat

a. Upacara selamatan Bukak Tebleg, yaitu sesaat sebelum penggalian pandemen rumah yang akan dibangun guna keselamatan pemilik.

b. Upacara ulih-ulihan, yaitu selamatan dan tasyakuran setelah rumah sudah jadi dan siap dihuni, dengan mengundang masyarakat setempat, maka diharapkan keakraban bermasyarakat di tempat baru akan lestari.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Motif - motif ukiran Rumah Adat Kudus terdiri dari beberapa motif ukiran yang dipengaruhi dari budaya Cina, Hindu, Islam dan Eropa.

b. Bentuk Rumah Adat Kudus adalah “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa serta anggun.

c. Tata ruang rumah adat Kudus tampak sederhana, dan terdiri beberapa ruangan, yaitu : Jogo satru, ruang dalam (inti), dan pawon.

d. Nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalam arsitektur tradisional rumah adat Kudus, yaitu : pakawin, menghadap ke selatan dan upacara adat tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat.



4.2 Saran

Kita harus tetap mampu melestarikan bangunan-bangunan Adat Tradisional di Indonesia, tremasuh Rumah Adat Tradisional Kudus yang keberadaannya mulai mengkhawatirkan saat ini. Terutama nagi kita sebagai mahasiswa, sebagai kaum erpelajar, kita memiliki tanggung jawab dalam hal ini.

Meskipun hanya dengan mempelajarinya dengan baik hali tersebut sudah akan bermanfaat beasar dalam pelestarian Rumah Adat radisional Indonesia sehingga tidak akan hilang dari memmori bangsa ini.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota,_Kudus

http://eprints.undip.ac.id/1768/

http://arnusarc.blogspot.com/2012/07/rumah-tradisional-kudus-arsitektur.html

https://sites.google.com/site/gebyoksenterkudus/project-updates

http://www.slideshare.net/vinaafasa/rumah-tradisional-kudus





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar